Masyarakat Indonesia pasti sudah paham, bahwa meterai sejak dulu telah menjadi kebutuhan bagi mereka yang ingin menyertakan legalitas bagi sebuah dokumen dalam suatu kepentingan tertentu, salah satunya keberadaan surat berharga.
Selama ini, penggunaan meterai memang sepenuhnya masih menggunakan metode konvensional berupa meterai tempel yang juga digunakan pada dokumen secara langsung.
Namun terbaru, pemerintah melalui Kementerian Keuangan akhirnya menghadirkan meterai elektronik (eMeterai) 10000, yang diluncurkan secara resmi oleh Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan (Menkeu) pada hari Jumat, (1/10/2021).
Berdasarkan keterangan, dijelaskan bahwa meterai elektronik yang hadir dibekali teknologi digital signature X.509 SHA 512 dan tiga fitur keamanan tambahan.
Adapun fitur pertama yang dimaksud yaitu OVERT, yang membuat 70 persen desain dari setiap meterai elektronik berbeda berkat kehadiran barcode unik. Kedua COVERT, fitur berupa Peruri seal yang hanya dapat dibaca dengan scanner atau aplikasi khusus dari peruri dan signature panel yang dapat dilihat menggunakan aplikasi pdf adobe acrobat reader. Ketiga, fitur khusus untuk pembuktian forensik oleh Peruri.
Lantas bagaimana dengan kelanjutan dari keberadaan meterai konvensional atau meterai tempel yang ada saat ini?
Untuk diketahui, sebelumnya ada dua jenis meterai yang digunakan dalam sebuah dokumen yang menyertakan nominal uang tertentu, yaitu meterai 3000 dan meterai 6000.
Mengenai penggunaannya, secara garis besar meterai 3000 diperuntukkan bagi dokumen penting yang memuat nilai nominal uang lebih dari Rp250 ribu hingga Rp1 juta. Sedangkan meterai 6000 digunakan untuk dokumen penting yang memuat nilai nominal uang lebih dari Rp1 juta
Kemudian, di tahun 2020 lalu pemerintah akhirnya menghadirkan meterai 10000 yang secara spesifik digunakan untuk dokumen penting yang memuat nilai nominal uang lebih dari Rp5 juta.
Di saat yang bersamaan, lewat UU No. 10 tahun 2020 disebutkan bahwa penggunaan meterai hanya diperlukan untuk dokumen yang menyertakan nilai nominal uang minimal Rp5 juta. Artinya, untuk dokumen dengan penyantuman nilai uang di bawah nominal Rp5 juta tidak diperlukan pembubuhan meterai.
Berangkat dari hal tersebut, maka jelas bahwa kedepannya meterai tempel 3000 dan 6000 tidak lagi digunakan dan hanya akan menggunakan meterai tempel 10000. Adapun meterai tempel stok lama dibatasi penggunaannya hingga 31 Desember 2021.
Alasan dimunculkannya meterai elektronik
Seiring perkembangan zaman dan teknologi, sekarang ini hampir semua kepentingan yang membutuhkan dokumen sudah dilakukan secara digital atau melalui dokumen elektronik.
Dari situlah persoalan muncul, ketika dibutuhkan keberadaan meterai pada dokumen elektronik, pada akhirnya dokumen tersebut harus tetap dibuat dalam bentuk fisik karena masih menggunakan meterai yang hanya ada dalam bentuk tempel untuk selanjutnya di-scan dan menjadi dokumen elektronik bermeterai yang sah.
Dengan proses tersebut, maka esensi dari keberadaan dokumen elektronik itu sendiri menjadi hilang dan terkesan rumit, karena tujuan dari digunakannya metode dokumen elektronik adalah untuk membuat semuanya menjadi lebih mudah.
Tak jarang, kerumitan dalam penggunaan meterai tempel pada dokumen elektronik juga menimbulkan kendala bagi beberapa pihak yang ingin melakukan kepentingan tertentu. Hal tersebut terbukti saat proses pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) beberapa waktu lalu.
Diketahui bahwa pada awal prosesnya, para pendaftar diwajibkan menyertakan lampiran surat pernyataan yang dibubuhkan dengan meterai tempel. Namun kenyataannya, tak sedikit pelamar yang menggunakan meterai palsu yang beredar di internet.
Hal tersebut yang pada akhirnya menjadi salah satu penyebab terbesar dari banyaknya para pelamar CPNS yang tak lolos seleksi administrasi.
Kejadian tersebut tentu hanya bukti sederhana dari kurang efektifnya penggunaan meterai tempel konvensional pada dokumen elektronik yang saat ini banyak digunakan. Hingga pada akhirnya, pemerintah menghadirkan meterai elektronik sebagai instrumen yang mendukung perkembangan teknologi saat ini.
“Kita dipaksa keadaan maka banyak transaksi beralih ke dalam platform digital. Transaksi-transaksi dengan nilai signifikan membutuhkan meterai fisik untuk ditempel di dokumen transaksi tersebut, sementara dengan transaksi digital dokumennya elektronik.” ujar Sri dalam peluncuran resmi meterai elektronik.
Cara penggunaan meterai elektronik
Melihat fungsinya, cara menggunakan meterai elektronik sudah pasti berbeda dengan meterei tempel yang selama ini cukup dengan ditempelkan pada dokumen tertentu.
Sebagai informasi, pembubuhan meterai elektronik dapat dilakukan melalui portal eMeterai pada tautan pos.e-meterai.co.id dengan terlebih dahulu membuat akun pada laman tersebut. Untuk lebih jelas, berikut cara untuk menyertakan meterai elektronik pada dokumen yang ingin digunakan:
- Kunjungi laman pos.e-meterai.co.id dan buat akun bagi yang belum memiliki. Bila sudah, masyarakat bisa langsung log in menggunakan eMail dan kata sandi yang sudah didaftarkan.
- Masyarakat akan mendapatkan OTP lewat SMS saat ingin log in.
- Setelah log in, akan ada pilihan menu 'pembelian' dan 'pembubuhan', bila belum memiliki meterai elektronik pilih pembelian, baru berlanjut ke tahap pembubuhan.
- Masukkan detail informasi dokumen seperti tanggal, nomor dokumen, dan tipe dokumen.
- Unggah dokumen dalam format PDF.
- Posisikan meterai sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Klik 'Bubuhkan Meterai', klik 'Yes'
- Selanjutnya, akan muncul menu masukkan PIN, isi PIN yang telah didaftarkan maka proses pembubuhan selesai.
- Dokumen yang sudah terbubuhi meterai elektronik dapat diunduh dalam format PDF atau dikirim ke eMail yang sudah terdaftar.
Melihat adanya data penting yang disertakan dalam proses penggunaan meterai elektronik ini, Sri Mulyani memastikan bahwa proses dan segala data yang disertakan untuk mendapatkan meterai elektronik terjamin keamanannya.
“DJP dan Perum Peruri sebagai institusi yang ditunjuk untuk memproduksi eMeterai, harus memberikan assurance atau keamanan dan keyakinan bagi seluruh penggunanya yaitu para stakeholder ekonomi di Indonesia, masyarakat, dunia usaha, dan seluruh lembaga-lembaga termasuk lembaga keuangan yang terlibat. Jangan sampai dengan kita berhijrah ke elektronik, data mudah sekali bocor atau diambil oleh pihak-pihak yang tidak seharusnya.” tandas Sri.