Ya'ahowu !!! - Nias Selatan 130 tahun silam. Pemburu kepala bergentayangan siap menebas leher siapa saja yang dianggap membahayakan keamanan kampung. Mereka memang berasal dari suku-suku yang memiliki tradisi berburu kepala manusia.
Keahlian perang suku-suku pemburu kepala ini begitu mengagumkan. Bahkan penjajah Belanda tidak pernah berhasil menundukkan mereka. Tapi siapa sangka Elio Modigliani mampu menjelajahi seantero Nias Selatan. Ditemani 4 pemburu sewaan dari Pulau Jawa, dia berkeliling dari satu desa ke desa lain di Nias Selatan dan berhasil keluar dari sana dalam keadaan selamat.
Elio Modigliani adalah seorang penjelajah dan ilmuwan asal Florence, Italia. Ia menjelajahi Nias Selatan dari April-September 1886. Selama itu, dia berhasil mendokumentasikan berbagai aspek kehidupan dan budaya Nias ke dalam buku berjudul Viaggio o Nias (Perjalanan ke Nias) yang dipublikasikan tahun 1890, sekembalinya dia ke Italia.
Tulisan Modigliani menceritakan setiap aspek budaya Nias dengan deskripsi terperinci, mulai dari seni kerajinan tangan, legenda, lagu-lagu, teknik peperangan, pengobatan tradisional, dan lain-lain. Lebih dari seratus tahun, sumber pengetahuan yang sangat berharga ini terkubur di perpustakaan Italia. Orang Indonesia dan Nias sendiri tidak tahu ke mana budaya tersebut menghilang.
Namun bukan hanya sekadar kenangan yang berhasil Elio bukukan, tercatat dia juga membawa koleksi luar biasa berupa hasil kerajinan Nias, senjata, tumbuhan, hewan, dan 26 tengkorak manusia yang diperolehnya dari para pemburu kepala. Semua koleksi tersebut menjadi benda yang sangat berharga bagi Museum Nasional Antropologi dan Etnografi di Florence, Italia.
130 tahun berlalu sudah. Nun jauh di Italia sana, Vanni Puccioni merupakan cucu Direktur Museum Nasional Antropologi dan Etnografi yang memamerkan hasil petualangan Elio Modigliani di Nias Selatan. Ketika Pulau Nias dilanda gempa dan tsunami pada Desember 2004, Vanni yang bekerja sebagai pegawai di Pemerintah Daerah Tuscany, datang ke Indonesia untuk bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara guna membantu Pulau Nias.
Suatu kebetulan, selama berada di Pulau Nias, Vanni diberi buku penjelajahan Elio Modigliani dari Pastor Johannes dari Ordo Kapusin. Vanni pun akhirnya tertarik melakukan penelitian lebih dalam mengenai perjalanan Elio.
“Mengeksplorasi Nias pada tahun 1886 bersama Modigliani, saya dapat mengenal dan memahami jiwa dan rahasianya, sekaligus menemukan beberapa tanda tanya baru, mengapa para pemburu kepala Nias tidak membunuh atau merampas semua barang bawaan Mogliani, terutama persenjataan yang sangat mereka inginkan?” ujar Vanni.
Terdorong hasrat memecahkan misteri keberhasilan Elio keluar dari Nias Selatan dalam keadaan hidup, Vanni kemudian menelusuri jejak sang petualang dengan mencari keturunan raja dan para prajurit di desa-desa yang dahulu dikunjungi Elio bersama 4 pemburu bayarannya.
Hasil penelitian Vanni kemudian dibukukan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, dan kini ke dalam bahasa Indonesia. Buku ini menjadi sangat penting karena dapat mendeskripsikan kehidupan penduduk Pulau Nias pada akhir abad ke-19, sekaligus menjadi kunci untuk memahami dasar mentalitas dan cara berpikir mereka.
Buku setebal 376 halaman karya Vanni Puccioni diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama dengan judul “Tanah Para Pendekar: Petualangan Elio Modigliani di Nias Selatan Tahun 1886”.
Buku tersebut baru saja diluncurkan di Auditorium Istituto Italiano di Cultura (IIC), Jl. HOS Cokroaminoto 117, Menteng, Selasa (6/12/2016) kemarin. Beberapa tokoh masyarakat Nias, termasuk Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna H. Laoly tampak hadir dalam peluncuran buku ini. “Nias tanahku sangat kaya akan budaya,” kata Yasonna sambil menuturkan kebiasaan prajurit Nias memenggal kepala orang hanyalah kisah masa lalu yang sudah tidak terjadi lagi di masa sekarang.
Duta Besar Italia untuk Indonesia, Vittorio Sandali, yang hadir dalam peluncuran menuturkan, keberhasilan Elio Modigliani di Nias Selatan yang dipenuhi ancaman suku pemburu kepala, menunjukkan keberhasilannya dalam memahami keberagaman.
Sementara menurut Vanni Puccioni, Elio Modigliani tidak pernah lagi menginjakkan kaki ke Pulau Nias, tetapi dia melanjutkan petualangan dengan menyusuri wilayah Sumatera Utara lainnya, terutama di pedalaman Batak dan Pulau Enggano.
Pada 1892 dan 1894, ujar Vanni, Elio Modigliani kembali menerbitkan buku berjudul Tra i libri Batacchi (Di Antara Suku Batak yang Bebas) dan Lisolla delle donne (Pulau Para Perempuan).
“Meski akhir hayat Modigliani di Florence, Italia, tetapi hatinya selalu tertambat di Nias,” kata Vanni.